Jakarta, 3 Februari 2025 – Warga Jakarta mengalami kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg dalam beberapa hari terakhir. Kelangkaan ini terjadi setelah pemerintah menerapkan mekanisme baru pembelian gas subsidi, yang mengharuskan masyarakat membeli langsung di pangkalan resmi dengan menunjukkan KTP. Akibat kebijakan ini, banyak warung dan pengecer kecil yang tidak lagi menjual gas melon, membuat akses masyarakat semakin terbatas.
Menurut Dwi (58), pemilik pangkalan gas di kawasan Antasari, Jakarta Selatan, perubahan mekanisme ini menyulitkan warga sekaligus dirinya sebagai agen penyalur. “Sekarang kita harus melayani satu per satu, ada yang cuma beli satu atau dua tabung. Keuntungan malah makin kecil, tapi pekerjaan semakin repot,” ujar Dwi, Senin (3/2).
Selain itu, pasokan gas ke pangkalan juga mengalami keterlambatan. Sebelumnya, pengiriman dilakukan setiap dua hari sekali, namun kini menjadi empat hari sekali. “Gas sebenarnya masih ada, tapi distribusinya yang berubah. Ini yang bikin warga panik dan merasa gas langka,” tambahnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa perubahan mekanisme ini bertujuan memastikan subsidi LPG tepat sasaran. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut ada kelompok tertentu yang membeli gas LPG dalam jumlah tidak wajar sehingga menyebabkan harga naik di pasaran. “Ada satu kelompok orang yang membeli dalam jumlah besar, harganya pun dimainkan. Kami ingin menghindari hal seperti ini,” jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Kelangkaan ini juga diperparah oleh informasi yang beredar di media sosial mengenai kemungkinan penggantian gas melon dengan tabung Bright Gas 3 kg berwarna pink. Isu ini semakin memicu keresahan masyarakat yang sudah kesulitan mendapatkan LPG 3 kg.
Namun, PT Pertamina Patra Niaga membantah kabar tersebut. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menegaskan bahwa produk Bright Gas 3 kg tidak pernah diluncurkan secara resmi. “Informasi tersebut tidak benar. Bright Gas saat ini hanya tersedia dalam dua kemasan, yaitu 5,5 kg dan 12 kg,” ujarnya.
Heppy menjelaskan bahwa Pertamina memang pernah menguji coba Bright Gas 3 kg pada tahun 2018 dengan distribusi terbatas di Jakarta dan Surabaya, namun produk tersebut tidak dilanjutkan ke tahap pemasaran. “Sepertinya foto yang beredar di media sosial berasal dari uji pasar tahun 2018,” tambahnya.
Pemerintah berharap bahwa dengan mekanisme baru ini, distribusi gas LPG 3 kg akan lebih tertata dan harga tetap terjangkau bagi masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa harga gas tanpa subsidi sebenarnya mencapai Rp42.750 per tabung. Namun, berkat subsidi, masyarakat hanya membayar sekitar Rp18.000 hingga Rp23.000 per tabung tergantung lokasi.
Meski begitu, kebijakan baru ini masih menimbulkan kebingungan di lapangan. Sejumlah warga mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas melon, sementara pemilik pangkalan menghadapi kendala teknis dalam pencatatan data KTP pembeli. “Mekanismenya belum jelas, apakah nanti ada aplikasi khusus atau bagaimana. Kami jadi serba salah,” keluh Dwi.
Pemerintah diminta segera memberikan sosialisasi lebih lanjut agar mekanisme distribusi baru ini tidak semakin membebani masyarakat. Hingga kini, kelangkaan gas melon di beberapa wilayah Jakarta masih berlangsung, sementara para pembeli berharap situasi kembali normal dalam waktu dekat. (BKN)
Sumber:
platform media online yang berdedikasi untuk menyampaikan berita dan informasi yang berfokus pada penyajian fakta dan peningkatan kesadaran masyarakat.