FLOATING ADS
FLOATING ADS
TOP ADS

Pengasuh Ponpes Sumenep Divonis 20 Tahun Penjara dan Kebiri Kimia

POST ADS

Berisikabar.com – SUMENEP – Moh. Sahnan, pengasuh salah satu pondok pesantren di Pulau Kangean, Sumenep, Madura, telah divonis bersalah atas kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap sejumlah santriwati yang sebagian besar masih di bawah umur. Pengadilan Negeri Sumenep menjatuhkan hukuman berat berupa 20 tahun penjara, denda Rp 5 miliar, serta tindakan kebiri kimia selama 2 tahun. Putusan ini lebih berat dari tuntutan jaksa dan menjadi sorotan publik terkait perlindungan anak di lingkungan pendidikan.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumenep, yang diketuai oleh Andri Lesmana serta didampingi hakim anggota Akhmad Fakhrizal dan Akhmad Bangun Sujiwo, membacakan vonis dalam sidang tertutup pada Rabu (10/12). Para korban disebut mengalami kekerasan seksual lebih dari satu kali, menunjukkan pola kejahatan yang terstruktur dan berulang oleh pelaku yang seharusnya menjadi figur pelindung.

Vonis Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa dan Pidana Tambahan

Putusan Majelis Hakim ini mencerminkan keseriusan pengadilan dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap Moh. Sahnan lebih berat dari tuntutan jaksa yang sebelumnya hanya menuntut 17 tahun penjara. Selain pidana penjara dan denda sebesar Rp 5 miliar, hakim juga menjatuhkan serangkaian pidana tambahan yang tegas:

  • Tindakan kebiri kimia selama 2 tahun.
  • Pemasangan alat pendeteksi elektronik selama 2 tahun.
  • Pengumuman identitas Moh. Sahnan sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Pidana tambahan berupa pengumuman identitas ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan meningkatkan kewaspadaan publik terhadap pelaku kejahatan seksual. Pengasuh Ponpes Sumenep ini terbukti mencabuli delapan santriwati di ponpes miliknya, sebuah fakta yang terungkap selama persidangan dan menambah berat pertimbangan hakim.

POST ADS

Kronologi Terbongkarnya Kekejaman Moh. Sahnan

Aksi kekerasan seksual yang dilakukan oleh Moh. Sahnan disebut telah berlangsung sejak tahun 2016. Selama bertahun-tahun, para korban tidak berani melaporkan perbuatan keji tersebut. Ketakutan para santriwati beralasan, mengingat posisi Sahnan sebagai petinggi pondok pesantren yang memiliki otoritas dan pengaruh besar di lingkungan tersebut. Tekanan dan rasa takut membuat para korban bungkam untuk waktu yang lama.

Modus Operandi dan Peran Korban dalam Pengungkapan Kasus

Modus operandi yang digunakan oleh Moh. Sahnan cukup licik dan memanfaatkan kepercayaan serta kepolosan para santriwati. Salah satu korban, yang diidentifikasi dengan inisial F, akhirnya memberanikan diri menceritakan pengalaman pahitnya. Ia mengaku mengalami pencabulan berulang dengan modus yang sama: Sahnan akan menyuruh korban mengambil air, membawanya ke kamar pribadinya, lalu melakukan aksi pencabulan di dalam ruangan tersebut.

Titik balik dalam kasus ini terjadi ketika para korban mulai saling bercerita tentang pengalaman buruk mereka dalam sebuah grup WhatsApp. Percakapan ini menjadi kunci untuk membongkar tabir kejahatan yang selama ini tersembunyi. Informasi tersebut kemudian sampai ke telinga para orang tua santriwati. Merasa terpukul dan marah atas apa yang menimpa anak-anak mereka, para orang tua kemudian bersepakat untuk melaporkan kasus ini ke Polres Sumenep.

Setelah laporan masuk, pihak kepolisian segera bertindak. Moh. Sahnan sempat mencoba melarikan diri dari kejaran aparat hukum. Namun, upayanya sia-sia. Pengasuh Ponpes Sumenep itu berhasil ditangkap pada 10 Juni 2025 di Situbondo. Penangkapan ini membuka jalan bagi proses hukum yang panjang, yang akhirnya berujung pada vonis berat ini.

POST ADS

Kepuasan Pihak Korban dan Apresiasi terhadap Putusan Hakim

Penasihat hukum para korban, Slamet Riyadi, menyatakan kepuasannya terhadap putusan Majelis Hakim. Ia mengapresiasi keberanian hakim dalam menjatuhkan vonis yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa, termasuk pidana tambahan. “Korban cukup puas dengan putusan pidana pokok yang melampaui tuntutan jaksa 17 tahun, termasuk apresiasi atas keberanian hakim dalam memberi pidana tambahan,” ujar Slamet Riyadi.

Slamet Riyadi juga menekankan bahwa vonis ini sangat maksimal, mengingat posisi Moh. Sahnan sebagai ketua yayasan keagamaan. Sosok yang seharusnya bertindak sebagai pelindung, pembimbing, dan panutan moral bagi para santri, justru menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan tindakan keji. Putusan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga, serta menjadi pesan tegas bagi pelaku kekerasan seksual bahwa tidak ada tempat bagi kejahatan semacam ini.

Kasus pengasuh Ponpes Sumenep ini menjadi pengingat penting akan urgensi perlindungan anak di berbagai lingkungan, termasuk lembaga pendidikan keagamaan. Putusan pengadilan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dalam menindak tegas pelaku kekerasan seksual. Untuk informasi lebih lanjut mengenai kasus-kasus serupa dan perkembangan berita lainnya, terus kunjungi Berisikabar.com.

Facebook Comments Box

POST ADS

POST ADS
You might also like
TOP ADS