berisikabar.com, 3 Februari 2025 – DeepSeek, perusahaan kecerdasan buatan (AI) asal China, mengejutkan dunia dengan mengembangkan model AI yang mampu menyaingi OpenAI dengan biaya lebih murah. Kejutan ini membuat Silicon Valley terkejut dan pasar global terguncang, terutama setelah Nvidia kehilangan lebih dari $500 miliar dalam satu hari. Namun, DeepSeek bukan satu-satunya pemain kuat dari China. Sejumlah perusahaan teknologi besar dan startup AI di Negeri Tirai Bambu mulai bersiap menghadapi dominasi AS dalam industri AI.
Menurut Matt Sheehan, seorang peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, membatasi DeepSeek saja tidak akan cukup untuk mempertahankan dominasi AI AS. “Jika pemerintah AS berpikir cukup menghentikan DeepSeek untuk tetap unggul dalam AI, maka itu adalah kesalahan besar,” ujar Sheehan.
Pada 29 Januari, Alibaba Cloud merilis Qwen 2.5-Max, sebuah model AI yang diklaim lebih unggul dibandingkan DeepSeek V3 dan Meta Llama 3.1 dalam 11 kategori uji. Alibaba Cloud menyatakan bahwa mereka optimistis dengan generasi selanjutnya dari Qwen 2.5-Max.
Sejumlah analis menyebut peluncuran model ini saat liburan Tahun Baru Imlek menunjukkan tekanan yang dialami Alibaba Cloud akibat gebrakan DeepSeek. Namun, Sheehan menilai bahwa langkah ini juga bagian dari strategi Alibaba untuk memanfaatkan popularitas yang tengah diraih oleh AI China.
Zhipu, startup AI yang berbasis di Beijing dan didukung Alibaba, menjadi pusat perhatian sejak ditambahkan ke dalam daftar hitam perdagangan AS pada 15 Januari 2025. Pemerintah AS menuduh Zhipu membantu kemajuan militer China dengan teknologi AI mereka. Meskipun demikian, Zhipu terus berkembang dengan produk andalannya, AutoGLM, sebuah asisten AI berbasis suara yang mampu menjalankan perintah kompleks pada smartphone.
Zhipu membantah keras tuduhan dari pemerintah AS. “Keputusan ini tidak berdasar dan hanya bertujuan menghambat inovasi AI di China,” ujar juru bicara Zhipu dalam pernyataan resmi mereka.
Pada 20 Januari 2025, hari yang sama dengan peluncuran model DeepSeek R1, Moonshot AI, sebuah startup yang juga berbasis di Beijing, mengumumkan model terbaru mereka, Kimi k1.5. Model ini merupakan versi lanjutan dari Kimi, yang sebelumnya menjadi perhatian karena kemampuannya memproses 200.000 karakter dalam satu input, sebuah capaian luar biasa untuk model AI berbasis bahasa Mandarin.
Moonshot AI, yang didukung oleh Alibaba dan memiliki valuasi mencapai $3,3 miliar, disebut sebagai pesaing serius di arena AI China. “Moonshot AI berada di jajaran teratas startup AI China,” kata Sheehan. “Bukan hal yang mengejutkan jika dalam beberapa bulan ke depan, mereka bisa menciptakan model AI yang menyamai atau bahkan melampaui DeepSeek.”
ByteDance, perusahaan induk TikTok, juga tak mau ketinggalan. Pada 29 Januari, mereka memperkenalkan Doubao-1.5-pro, model AI yang diklaim lebih unggul dibandingkan OpenAI o1 dalam beberapa pengujian. ByteDance juga menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan pesaingnya, dengan biaya pemrosesan AI hanya 9 yuan per juta token, hampir separuh dari harga yang ditawarkan DeepSeek.
Sementara itu, Tencent, yang lebih dikenal dengan bisnis gim dan aplikasi WeChat, telah memperkenalkan model AI berbasis video mereka, Hunyuan. Model ini disebut-sebut memiliki kinerja setara dengan Meta Llama 3.1, namun hanya membutuhkan sepersepuluh daya komputasi yang digunakan Meta untuk melatih model AI mereka.
Perkembangan pesat AI di China tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang mendukung investasi dalam riset kecerdasan buatan. Perdana Menteri China, Li Qiang, bahkan secara langsung mengundang Liang Wenfeng, pendiri DeepSeek, dalam sebuah simposium untuk mendiskusikan langkah strategis pengembangan AI di negara tersebut.
Beberapa analis percaya bahwa AI China tidak hanya akan bersaing di pasar domestik, tetapi juga di tingkat global. Dengan biaya pengembangan yang lebih rendah dan dukungan dari konglomerat teknologi besar seperti Alibaba, Tencent, dan ByteDance, AI buatan China berpotensi merebut pangsa pasar yang selama ini dikuasai oleh perusahaan AS seperti OpenAI dan Google DeepMind.
Kendati demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Embargo teknologi AS terhadap China dapat memperlambat akses ke perangkat keras canggih yang diperlukan untuk melatih model AI tingkat lanjut. Namun, China telah menunjukkan bahwa mereka bisa berinovasi meski di bawah tekanan internasional.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan AI di China, dunia kini menantikan apakah negara ini benar-benar bisa menggoyahkan dominasi teknologi AI global yang selama ini dikendalikan oleh Silicon Valley.
Referensi: https://www.theguardian.com/technology/2025/feb/03/deepseek-chinese-ai-company-competitors-chatgpt
platform media online yang berdedikasi untuk menyampaikan berita dan informasi yang berfokus pada penyajian fakta dan peningkatan kesadaran masyarakat.